Oleh
: Murdiana Koto, S.Sy, C.NNLP
Kita
perlu prihatin dengan rendahnya minat wirausaha di kalangan mahasiswa dan
pemuda. Namun, kita tidak perlu menyalahkan siapa pun, yang jelas kesalahan ada
pada kita semua. Sekarang inilah kesempatan kita untuk mendorong para pelajar
dan mahasiswa untuk mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir
dan lingkungan yang selalu berorientasi menjadi karyawan mulai sekarang kita
putar balik menjadi berorientasi untuk mencari karyawan (pengusaha).
Untuk
mengubah mental dan motivasi yang sudah demikian melekat tertanam disetiap
insan Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Lebih sulit lagi pada kalangan
tidak mampu yang memang sejak kakek, ayahnya sudah menjadi pegawai. Akan
tetapi, jika para mahasiswa mau mengubahnya dengan pola berpikir terbalik dari
cita-cita awal, itu akan lebih mudah. Salah satu caranya adalah dengan
memperbaiki keuntungan dan kelebihan berwirausaha dibandingkan menjadi pegawai.
Untuk
itu, perlu diciptakan suatu iklim yang dapat mengubah pola pikir baik mental
maupun motivasi orang tua, dosen, dan mahasiswa agar kelak anak-anak mereka
dibiasakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan ketimbang mencari pekerjaan.
Perubahan ini tidak dapat dilakukan secara cepat, tetapi harus dilakukan secara
bertahap. Pertama, misalnya dengan
mendirikan sekolah yang berwawasan wirausaha (entrepreneur) atau paling tidak menerapkan mata kuliah
kewirausahaan seperti yang sekarang ini sedang digalakkan diberbagai perguruan
tinggi. Dengan demikian, hal itu sedikit banyak akan mengubah dan menciptakan
pola pikir (mental dan motivasi) mahasiswa dan orang tua.
Kedua, di dalam pendidikan
kewirausahaan perlu ditekankan keberanian untuk memulai berwirausaha. Biasanya,
kendala kita untuk memulai suatu usaha adalah adanya rasa takut akan rugi atau
bangkrut. Namun, sebagian orang yang sudah memiliki jiwa wirausaha merasa
bingung dari mana harus memulai suatu jiwa wirausaha merasa bingung dari mana
harus memulai suatu usaha.
Ketiga, tidak sedikit yang merasa
bahwa berwirausaha sama dengan tidak memiliki masa depan yang pasti. Sementara
itu, dengan bekerja diperusahaan, mereka yakin bahwa masa depan sudah pasti,
apalagi pegawai negeri. Dengan beriwirausaha, justru masa depan ada ditangan
kita, bukan ditangan orang lain. Baik buruknya masa depan, kitalah yang menentukan,
sehingga motivasi untuk berkembang terbuka lebar.
Dorongan
berbentuk motivasi yang kuat untuk maju dari pihak keluarga merupakan modal
awal untuk menjadi wirausaha. Dengan didukung pihak keluarga mereka memiliki
mental dan motivasi sebagai fakor pendorong utama. Keluarga dapat merangsang
para mahasiswa dengan memberikan gambaran nyata betapa nikmatnya memiliki
pegawai atau menjadi bos, memiliki kebebasan memberi perintah bukan diperintah,
meraih keuntungan yang tak terbatas, dan segudang daya rangsang lainnya yang
dapat menggugah jiwa para mahasiswa untuk berwirausaha.
Memang
mengubah pola pikir seseorang untuk memulai suatu usaha bukan pekerjaan mudah.
Banyak kendala yang menghadang mulai dari mental takut rugi, motivasi, bakat,
soal keluarga, dana pengalaman sebelumnya, sampai kemampuan mengelola. Namun,
paling tidak mental yang dimiliki merupakan modal yang sangat besar untuk
memulai suatu usaha.
Belajarlah
dari saudara-saudara kita dari etnis Tionghoa yang memiliki pola pikir yang
berbeda dari etnis kebanyakan. Mereka sejak kecil sudah ditanamkan dan
diajarkan pengetahuan dan praktik wirausaha. Tidak heran jika kegiatan
wirausaha mayoritas dikuasai mereka.
Dalam penelitian, penulis (Kasmir) sering bertanya kepada teman-teman pengusaha asal
etnis Tionghoa, mengapa mereka mau dan mampu berwirausaha. Salah satu
jawabannya adalah karena mereka tidak ingin diperintah orang lain, sebagian
yang lain karena pada saat itu sulit untuk menjadi pegawai negeri.
Virus
yang menularkan anak bangsa untuk mengubah cita-cita dari pegawai atau karyawan
menjadi mau dan mampu menciptakan lapangan kerja harus segera direalisasikan.
Cita-cita yang ditanamkan orang tua kepada anak-anak sejak kecil untuk menjadi
pegawai sebaiknya dinomor duakan. Bukan berarti menjadi pegawai tidak baik,
tetapi akan lebih baik jika menjadi pengusaha yang mampu memberkan peluang
pekerjaan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Sumber : Kasmir. Kewirausahaan. Edisi Revisi Cet.12. Depok : Rajawali Pers, 2018. hlm.4-7